LAPORAN
PRAKTIKUM PARASITOLOGI
PEMERIKSAAN
PARASIT PADA SAYURAN SEGAR
“KANGKUNG
LADANG”
Ø DASAR TEORI
Kalangan masyarakat Indonesia sering di jumpai kebiasaan memakan sayuran
segar yang tanpa dimasak terlebih dahulu. Sayuran sebagai sumber vitamin dan
mineral dapat tercemar oleh telur cacing parasit usus. Pencemaran dapat terjadi dari lahan maupun dari
tempat penjualan.
Sayuran yang diperjualbelikan di tempat – tempat terbuka akan sangat memungkingkan
dihinggapi serangga maupun binatang pengerat tertentu yang merupakan
vector mekanisme yang dapat menyebarkan mikroorganisme tersebut adalah bersifat pathogen yang dapat
membahayakan kesehatan.
Sayuran–sayuran memang sangat dipelukan oleh tubuh kita. secara singkat Purawijaya (1989) menuliskan bahwa
sayuran mempunyai tiga kegunaan pokok:
1.Sebagai sumber tenaga.
2.Sebagi sumber pembangun sel tubuh.
3.Sebagai sumber vitamin dan mineral.
Sesekali memang dipandang perlu memakan lalapan, karena sayuran diperlukan
oleh tubuh untuk proses metebolisme terutama karena adanya karotin, vitamin kompleks dan vitamin C. Salah satu mikroorganisme yang sering dijumpai pada
sayuran segar adalah mikroorganisme yang dimasukkan pada kelompok parasit, baik
yang bersel satu (protozoa) atau helmit. Protozoa maupun helmit sama sama dapat
membahayakan kesehatan manusia. Oleh sebab itu dari segi kandungan gizi lalapan
perlu juga untuk dijaga keamanannya dalam arti bebas dari mikroorganisme.
(Anwar, dkk, 1985)
Parasit
merupakan kelompok biota yang pertumbuhan dan hidupnya bergantung pada makhluk
lain yang dinamakan inang. Inang dapat berupa binatang atau manusia. Menurut
cara hidupnya, parasit dapat dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit.
Ektoparasit adalah jenis parasit yang hidup di permukaan luar tubuh, sedangkan
endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam organ tubuh inangnya. Parasit
yang hidup pada inangnya dalam satu masa/tahapan pertumbuhannya seluruh masa
hidupnya sesuai masing-masing jenisnya (Setyorini dan Purwaningsih, 1999).
Semakin banyak telur yang ditemukan di sumber
kontaminasi (tanah, debu, sayuran, dan lainnya), semakin tinggi derajat endemi
di suatu daerah. Jumlah telur yang dapat berkembang, menjadi semakin banyak
pada masyarakat dengan infeksi yang semakin berat, karena terdeteksi di
sembarang tempat, khususnya di tanah, yang merupakan suatu kebiasaan
sehari-hari. (Gandahusada, 1998).
v Kangkung
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan)
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea reptana Poir.
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan)
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea reptana Poir.
1.1 Sejarah Singkat
Kangkung tergolong sayur yang sangat populer, karena banyak peminatnya. Kangkung disebut juga Swamp cabbage, Water convovulus, Water spinach. Berasal dari India yang kemudian menyebar ke Malaysia, Burma, Indonesia, China Selatan Australia dan bagian negara Afrika.
1.2 Sentra Penanaman
Kangkung
banyak ditanam di Pulau Jawa khususnya di Jawa Barat, juga di Irian Jaya di
Kecamatan Muting Kabupaten Merauke kangkung merupakan lumbung hidup
sehari-hari. Di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar tanaman kangkung
darat banyak ditanam penduduk untuk konsumsi keluarga maupun untuk ijual ke
pasar.
1.3 Jenis Tanaman
Kangkung
merupakan tanaman yang tumbuh cepat yang memberikan hasil dalam waktu 4-6
minggu sejak dari benih. Kangkung yang dikenal dengan nama Latin Ipomoea
reptans terdiri dari 2 (dua) varietas, yaitu Kangkung Darat yang disebut
Kangkung Cina dan Kangkung Air yang tumbuh secara alami di sawah, rawa atau
parit-parit
Perbedaan antara kangkung darat dan kangkung air:
Warna bunga
Kangkung
air berbunga putih kemerah-merahan, sedangkan kangkung darat bunga putih
bersih.
Bentuk daun dan batang.
Bentuk daun dan batang.
Kangkung
air berbatang dan berdaun lebih besar dari pada kangkung darat. Warna batang
berbeda. Kangkung air berbatang hijau, sedangkan kangkung darat putih
kehijau-hijauan.
Kebiasaan berbiji.
Kebiasaan berbiji.
Kangkung
darat lebih banyak berbiji dari pada kangkung air. Itu sebabnya kangkung darat
diperbanyak lewat biji, sedangkan kangkung air dengan stek pucuk batang.
1.4.
Manfaat Tanaman
Bagian tanaman kangkung yang paling penting adalah batang muda dan pucuk-pucuknya sebagai bahan sayur-mayur. Kangkung selain rasanya enak juga memiliki kandungan gizi cukup tinggi, mengandung vitamin A, B dan vitamin C serta bahan-bahan mineral terutama zat besi yang berguna bagi pertumbuhan badan dan kesehatan.
Disamping itu hewan juga menyukai kangkung bila dicampur dalam makanan ayam, itik, sapi, kelinci dan babi.
Seorang pakar kesehatan Filipina: Herminia de Guzman Ladion memasukkan kangkung dalam kelompok "Tanaman Penyembuh Ajaib", sebab berkhasiat untuk penyembuh penyakit "sembelit" juga sebagai obat yang sedang "diet". Selain itu, akar kangkung berguna untuk obat penyakit "wasir"
v Soil Transmitted Helminthes
Menurut Margono
(2006), Soil transmitted helmintes adalah cacing yang berhabitat di
saluran pencernaan manusia dan hewan. Manusia merupakan hospes beberapa soil
transmitted helmintes. Sebagian besar dari cacing ini adalah penyebab
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Soil transmitted helmintes ditularkan
melalui tanah dan spesies yang sering ditemukan di tinjamanusia
adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichura, dan cacing tambang
Sedangkan
menurut soedarto (1991), Soil transmitted
helminthes adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui
tanah. Di Indonesia terdapat lima spesies cacing perut yang penularannya
melalui tanah yaitu Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiuria, Ancylostoma deudenale, Necator americanus dan Strongyloides Stercolaris
v Ascaris
lumbricoides
F Penyakit
: askariasis
F Hospes
: manusia
F Morfologi
-
Cacing jantan
berukuran 10-31 cm, ekor melingkar, memiliki 2 spikula
-
Cacing betina
berukuran 22-35 cm, ekor lurus, pada 1/3 bagian anterior memiliki cincin
kopulasi
-
Mulut terdiri
dari atas tiga buah bibir
-
Telur yang
dibuahi berukuran ± 60 x 45 mikron, berbentuk oval, berdinding tebal dengan 3
lapisan dan berisi embrio
-
Telur yang tidak
dibuahi berukuran ± 90 x 40 mikron, berbentuk bulat lonjong atau tidak teratur,
dindingnya terdiri atas 2 lapisan dan dalamnya bergranula
-
Telur decorticated, telurnya tanpa lapisan
albuminoid yang lepas karena proses mekanik
F Patologi
Klinis
Larva
di pulmo menyebabkan sindrom Loeffler, juga dapat menyebabkan bronkopneumonia.
Cacing dewasa di dalam rongga usus dapat menyebabkan ileus obstruktif. Bila
cacing dewasa menetap di tempat-tempat yang tidak biasa (apendiks, peritoneum,
saluran empedu, trakea) disebut infeksi ektopik.
F Diagnosis
Adanya telur dalam tinja.
Cacing dewasa yang keluar melalui
mulut, hidung, atau tinja
v
Ø Tujuan Praktikum
Praktikum pemeriksaan parasit pada
sayuran bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya parasit pada sayuran segar.
Ø Hari/Tanggal pemeriksaan : Rabu, 06
Maret 2013
1. Cara Flotasi
Ø Alat
ü Baskom
ü Pisau
ü Tabung reaksi
ü Beaker glass
ü Cover glass
ü Objek glass
ü Spatula
ü Pipet tetes
ü Rak tabung
ü Mikroskop
Ø Bahan
ü Kangkung ladang
ü Garam
ü Aquadest
2. Cara Sedimentasi
Ø Alat
ü Baskom
ü Pisau
ü Gelas piala / Imhoffcone
ü Spatula
ü Centrifuge dan tabungnya
ü Pipet tetes
ü Objek glass
ü Mikroskop
Ø Bahan
ü Kangkung ladang
ü NaOH 0.2 %
Ø Prosedur kerja
1. Cara Floting (Flotasi)
F Buatlah larutan NaCl jenuh atau 2nSO4
Tidak
selalu memakai NaCl bisa juga memakai gula, yang terpenting tidak memakai asam
kuat karena jika menggunakan asam kuat albuminnya akan pecah.
F Potong sayuran kecil-kecil
F Masukkan larutan NaCl dan sayuran ke
dalam baskom
F Aduk 30-45 menit agar parasit yang
ada di sayuran bisa tercampur dengan larutannya.
F Masukkan cairan pada tabung reaksi
besar
F Isi penuh sampai bibir tabung
kemudian tutup dengan cover glass
F Biarkan selama 60 menit
F Periksa dengan mikroskop perbesaran
10x-40x
2. Cara Sedimentasi
F Buatlah larutan NaOH 0.2 % (tidak jenuh)
F Potong sayuran kecil-kecil
F Masukkan larutan NaOH 0.2 % dan
sayuran ke dalam baskom
F Aduk 30-45 menit agar parasit yang
ada di sayuran bisa tercampur dengan larutannya.
F Setelah itu, Masukkan cairan pada
tabung Imhofcone atau gelas piala, kemudian diamkan selama 60 menit
F Setelah 60 menit, buang cairan yang
ada diatas (super natan)
F Cairan yang ada dibawah (filtrat) masukkan
ke dalam tabung centrifuge lalu putar dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit
F Larutan bagian atas dibuang dan
endapan bagian bawah diambil untuk diperiksa secara mikroskopis
F Endapan dari tabung centrifuge
diambil satu tetes lalu teteskan pada obyek glass
F Periksa sengan menggunakan mikroskop
perbesaran 10x-40x
Ø HASIL
Pada praktikum pemeriksaan parasit
pada sayuran, jenis sayuran yang kami periksa adalah sayuran kangkung ladang
atau biasanya disebut kangkung cina. kangkung merupakan salah satu genus dari Ipomoea,
dengan nama latin Ipomoea reptans.
Warna bunga dari kangkung ladang yaitu putih bersih. Kangkung ladang berbatang
dan berdaun lebih kecil dari pada kangkung air dan warna batangnya putih
kehijau-hijauan. Dan Kangkung ladang lebih banyak berbiji dari pada kangkung
air. Itu sebabnya kangkung darat
diperbanyak lewat biji.
Hasil
yang diperoleh dari cara flotasi dan sedimentasi yaitu negatif. Tidak ada
parasit yang ditemukan pada sayuran kangkung ladang.
Ø KESIMPULAN
Dari
hasil praktikum dengan cara flotasi dan sedimentasi didapatkan hasil yang
negatif, sehingga sayuran kubis aman untuk dikonsumsi. Meskipun aman untuk
dikonsumsi, namun sayuran tersebut harus tetap dicuci sebelum diolah.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Hendra, 2012. Pemeriksaan Parasit
Pada Sayuran Segar dari http://city-selatiga.blogspot.com/2012_04_01_archive.html diakses pada tanggal 06 Maret 2013
pukul 20:10
2. Masriadi,
2011. Budidaya kangkung dari http://masriadi-coll.blogspot.com/2011/03/budiaya-kangkung.html diakses pada tanggal 06 maret 2013
pukul 20:04
3. Prianto,
L.A. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran.
Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama
0 komentar:
Posting Komentar